Janji ku Pada Mu

Ini tentang sebuah janji.
Yang harus ku patuhi disaat sadarku dan ingatku akan janji itu telah tiada.
Namun segala hal yg ku sepakati dalam janji itu adalah wajib hukumnya untuk bisa ku tepati.
Hanya dari konsekuensi hidup ini yang menakutkan maka ku coba selalu berusaha menepati.

Sebenarnya tak pernah ku rasa legalitas akan janji tsb.
Tak pernah nampak bekas ataupun sisa sisa bukti pelaksanaan janji tersebut
Atau aku memang tidak pernah tahu??
Atau aku memang tak mampu untk bs tahu??
Atau karena sisi kemanusiaan ku hingga aku lupa akan janji itu??
Sedangkan yang lain pun mungkin sama seperti ku.

Ini bukan masalah siapa aku dan seberapa derajat ku untuk menanyakan itu, tp karena aku adalah objek dari janji itu.
Aku pelaksana dari hasil kesepakatan janji itu.
Aku penerima konsekuensi dari janji itu, baik terlaksananya ataupun punishment dari tak tercapainya janji itu

Sedangakan aku merasa tidak tahu menahu akan perjanjian itu

Kalaupun aku ada karena aku berani memegang janji, maka kenapa sekarang aku tak tahu rasa pada saat Engkau dan aku bergumul dalam janji janji tersebut.
Atau aku harus menemukan Mu dalam kehidupanku ini untuk bisa ingatakan semua itu??
Sedangkan menemukan Mu adalah perjuangan yang teramat panjang dan berat.

Katanya ada Beberapa gelintir orang yang nampak telah menemukan Mu, namun jauh dari keadaanku sekarang ini.
Ketika aku mencoba menjelma seperti mereka, apa kah pasti aku akan menemukan Mu dan mengingatkan ku akan janji janji itu?
Sedangkan aku tak pernah tahu karena telinga ku tak pernah mendengarkan langsung dari mereka yang telah menemukan Mu.

Mereka cenderung menutup akan kedekatan dengan Mu dengan rasa rendah hati.
Dan akupun tak tahu secara gamblang jelas sesiapa saja yang sudah dekat dengan Mu. Karena aku seperti ini adanya.

Pertemuan kita nanti hanya karena sebuah keyakinan, saat itu aku hanya menerima konsekuensi atas hidup.
Aku tak mampu untuk berusaha menjadi kekasih Mu.

Aku akan kembali pada Mu,
Berbalut kasih dan sayang Mu
Namun aku sudah tak bisa lagi untuk berusaha menjadi kekasih Mu.
Mungkin aku tak menemukan Mu dalam hidupku,
Atau aku kehilangan Mu..
Sehingga aku ingkar akan janjiku..

Sebenarnya aku hanya ingin lebih mencintai Mu. Melalui ingatan ucap janji, kujadikan sebagai bekal keteguhan dan kesetiaan cintaku pada Mu.
Yang ingin ku ingat ketika itu adalah
ku dengar kan lembut suara Mu,
ku rasakan kedekatan pada saat itu,
ku rasakan kelembutan kasih sayang Mu.
Tak tergambarkan dengan kata ketika itu terjadi...
Namun janji itu hanya ada dalam surat Mu, tidak dalam ingatan dan sadarku.

Tanpa ku ingat janji itu ku coba tetap mencintai Mu.
Aku akan berusaha mencintai Mu.

Maaf jika ungkapan cintaku seperti layaknya manusia, karena aku manusia.
Maaf jika cinta yang diungkapan dalam kata seperti layaknya manusia, karena aku manusia.








Eksistensi yang menjerumuskan


Jalan hidup ku ternyata telah diketahui oleh Nya Dengan tanpa menghilangkan eksistensi ku sedikitpun sebagai manusia. Semua itu bukan karena telah tertulis di kitab Nya. Namun karena atas dasar sifat Nya yang Maha Tahu Atas Segalanya.

Berat kurasa, melangkah pun serasa ada ketakutan yang besar. karena setiap langkah akan memberikan implikasi pada sebuah peristiwa. Sedangkan Kebenaran hanya milik Nya dan kebenaran dalam dunia fatamorgana paradoks hukumnya. Pencapaian terhadap sebuah kebenaran yang hakiki pun senantiasa masih jauh dari anganku.

Seharusnya seperti apa??
Biarkan semua berjalan seperti adanya seolah hanya menyia nyiakan eksistensi atas hidup ku sebagai manusia??? Sedangkan kapasitas ku hanya bisa seperti saja kurasa....
Ketika aku duduk sejenak tersingkir dari dunia nyata, dan pada saat itu lah rupanya  waktu selalu berputar tak henti. Ak tak tahu harus bagaimana sehingga itu bermakna dalam tiap detiknya.
Menjadi paham atas manfaat dari hal yang kurasa biasa saja adalah syukur yang tak terjamah oleh rasa.
Tak mampu ketika aku harus memaknai jatuhnya embun dari daun di pagi hari. Apa aku harus selalu berpikir mencari sebuah jawaban. Otak ku hanya setutup botol yang berdaya tampung beberapa mili.

Ini tentang pertanggungjawaban atas eksistensi hidup. Pertanggung jawaban atas kedipan mata, jari yang ku tekuk serta hela nafas. semua itu bukan tanpa implikasi.

Ku coba menyederhanakan hidup ini dengan falsafah "sak dermo nglakoni". di sisi lain konsekuensi pun selalu membayangi.
Lalu Ku coba bersembunyi dalam kata "urip sing semeleh" "pasrah bongkoan marang Gusti Alloh".

Beberapa waktu kemudian berjalan lah manusia yang telah hilang ingatan (gila) semenjak lahir....