MENUMBUHKAN BRAND PUSTAKAWAN MELALUI SELF CONCEPT



MENUMBUHKAN BRAND PUSTAKAWAN MELALUI SELF CONCEPT 1
Oleh :

Aris Kurniawan, 2




Abstrak
Pustakawan adalah sebuah profesi yang melekat pada seorang individu, sinergitas harus dibangun antara individu dan profesi agar dapat divisualisasikan dengan tepat. Visualisasi profesi pustakawan tidak bisa terlepas dari konsep diri individu, perwujudan riil bisa kita lihat dari keadaan perpustakaan disekitar kita. Walaupun secara keilmuan profesi pustakawan mempunyai garis besar acuan pokok yang sama namun outputnya memunculkan hasil yang berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal. Stimulus yang diterima oleh individu akan menghasilkan sebuah tindakan atau aksi. Jika stimulus cukup kuat, potensial aksi akan dialirkan secara cepat. Tindakan dan atau aksi yang muncul dari stimulus yang diterima melalui beberapa proses dan tahapan untuk memunculkan tindakan dan atau aksi yang tepat. Komponen awal untuk menciptakan sebuah tindakan yang tepat antara lain adalah self concept (konsep diri). Ketika seorang pustakawan mempunyai self concept maka akan mampu menempatkan diri sebagai individu yang berbeda, yang mempunyai pengetahuan, pendapat, keyakinan tentang lingkungan, mengenali dirinya sendiri, serta mampu menemukan apa yang menjadi jiwa atau inti sebagai seorang pustakawan. Self concept akan menuntun untuk memahami dirinya sebagai seorang pustakawan, serta mampu menemukan apa yang menjadi ciri khas dan apa yang menjadi jiwa atau inti dari seorang pustakawan. Self concept yang dibangun secara tepat akan menciptakan persepsi positif sehingga memunculkan brand.

Kata kunci : konsep diri (selfconcept),persepsi, pustakawan

Pendahuluan
Organisasi perpustakaan terdiri dari beberapa individu yang secara terstruktur membaginya dalam beberapa pekerjaan dan tanggungjawab untuk menjalankan roda organisasi. Kompetensi yang dimiliki menentukan jenis kerja dan tanggung jawab yang diemban, hal tersebut berkaitan dengan ketercapaian tugas pokok dan fungsi dari perpustakaan. Acuan kerja dibuat sebagai sebuah kerangka untuk memberikan gambaran secara jelas cakupan ruang lingkup kerja. Dalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya menjelaskan bidang kerja pustakawan berdasarkan jabatan fungsional pustakawan. Selain itu pemerintah telah


1Disampaikan dalam Seleksi Pustakawan Berprestasi 2014 Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
2Pustakawan Pelaksana pada Jurusan Perikanan dan Kelautan FST Unsoed


menyiapkan seperangkat peraturan perundangan yang terkait dengan pengembangan kepustakawan antara lain lahirnya UU No 43/2007 tentang perpustakaan, Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2014 berfungsi sebagai penguat untuk menjalankan Undang-Undang dari UU 43 2007. Pelaksana amanah undang undang itu antara lain adalah individu yang berprofesi sebagai pustakawan dan atau yang di beri tugas oleh instansi tempat bernaung untuk melaksanakan bidang kerja di perpustakaan.
Kegiatan perpustakaan membutuhkan keterampilan dan kompetensi khusus untuk menjamin output yang sesuai harapan, salah satu yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut adalah individu dengan latar belakang pendidikan bidang perpustakaan. Namun jika kita dalami lebih jauh lagi ternyata setiap individu mempunyai karakteristik dan kinerja yang tidak sama, hal tersebut tercermin dalam tingkat ketercapian kerja antar individu yang berbeda. Jika kita tinjau lebih luas lagi maka antara perpustakaan yang satu dan yang lain mempunyai perbedaan dalam segi layanan yang diberikan dan atau perkembangan yang tidak sama.
Kemampuan individu dalam kompetensi bidang keilmuan, manajerial dan kepemimpinan dalam organisasi akan menentukan kemampuan mendistribusikan usaha, wewenang dan tanggung jawab, serta menggerakkannya secara efisien mencapai tujuan. Selain itu, mengorganisir juga harus mengupayakan terjadinya hubungan yang efektif antar individu sehingga dapat bekerja efisien dan memperoleh kepuasan individu sekaligus tercapainya tujuan organisasi.
Secara konseptual organisasi sebagai wadah atau tempat sekelompok individu menyatu dan sebagai aktivitas atau kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Bernard (1984 :89) berpendapat bahwa organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Melalui organisasi dapat mengerjakan lebih banyak pekerjaan dan lebih baik daripada bila dikerjakan sendiri-sendiri. Organisasi yang baik bahkan dapat melipatgandakan kemampuan dan hasil.Inilah yang disebut dengan sinergi yaitu keadaan dimana tindakan-tindakan individu secara simultan dan bersama-sama menghasilkan total output yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah unit-unit tersebut secara indivual. Titik terkecil dari sebuah organisasi adalah individu-individu yang tergabung dalam organisasi.
Perpustakaan melakukan banyak usaha guna meningkatkan kualitas layanan dan atau dalam mengikuti perkembangan zaman. Ini merupakan sebuah kegembiraan karena perpustakaan senantiasa melakukan perubahan-perubahan untuk senantiasa membenahi diri. Seperti halnya sekarang ini adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat membuat perpustakaan beramai-ramai mengadopsi teknologi informasi tersebut guna mengkatkan akses dan layanan yang di berikan perpustakaan. Seolah lalai atau memang belum menjadi skala prioritas, pengembangan sumberdaya manusia belum diperhatikan dengan baik, banyak perpustakaan yang akhirnya menelantarkan teknologi informasi yang baru saja diadopsi karena tidak disertai dengan peningkatan keahlian pustakawan dalam bidang TI. Pengembangan SDM perpustakaan saat ini sangat minim bahkan terkadang hanya sebatas mengikuti seminar saja tanpa disertai dengan pengembangan SDM yang menyeluruh.
Konsep organisasi melekat pada sebuah perpustakaan sehingga proses pengembangan kemampuan SDM tidak semata mata hanya menjadi tanggungjawab pribadi. Peran serta pimpinan sebagai nahkoda organsisasi tentu dibutuhkan, serta memberikan kontribusi yang jelas dan nyata terhadap proses pengembangan SDM. Kualitas SDM yang stagnan dan tidak akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap perpustakaan, sedangkan tuntutan pekerjaan senantiasa cepat berubah mengikuti perkembangan zaman. Menyikapi kondisi tersebut perlu adanya self concept yang matang sehingga mampu memberikan jalan kaluar yang konkrit. Ketika seorang pustakawan mempunyai self concept maka akan mampu menempatkan diri sebagai individu yang berbeda, yang mempunyai pengetahuan, pendapat, keyakinan tentang lingkungan, mengenali dirinya sendiri, serta mampu menemukan apa yang menjadi jiwa datau inti sebagi seorang pustakawan. Kesadaran diri sebagai individu yang terikat dalam sebuah profesi dan tanggungjawab terhadap tugas akan memberikan sebuah dorongan untuk senantiasa tergerak dengan sendirinya untuk senantiasa mengupgrade kemampuan dan keterampilan diri.
Self conceptakan menuntun untuk memahami dirinya sebagai seorang pustakawan, serta mampu menemukan apa yang menjadi ciri khas dan apa yang menjadi jiwa atau inti dari seorang pustakawan. Seiring dengan individu yang mampu menemukan ciri khas serta pemahaman akan profesi pustakawan akan menumbuhkan brand tersendiri. Brand yang melekat pada individu akan secara serta merta memunculkan brand baru dan atau merubah brand yang telah melekat



Definisi, Ruang lingkup danDimensiSelfConcept
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian self concept adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, self concept terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan. Pustakawan semestinya harus bisa memahami dirinya sebagai seorang pustakawan, serta mampu menemukan apa yang menjadi cirikhas, apa yang menjadi jiwa atau inti dari seorang pustakawan, dan bagaimana pustakawan mempunyai daya gerak dari dalam. Konkritnya dalam diri seorang pustakawan harus tercermin perilaku sebagai pustakawan.
Kreitner(2008) mengemukakan self-concept atau konsep diri yakni sebuah persepsi diri sebagai mahluk secara fisik, mahluksosial dan mahluk spiritual/moral. Self concept ini yang menyebabkan kita mengenali diri kita sendiri sebagai manusia atau individu yang berbeda. Kreitner(2008) juga menambahkan bahwa self concept ini membawa manusia pada peran kognisi dimana mewakili “pengetahuan, pendapat, atau keyakinan tentang lingkungan, tentang diri sendiri atau perilaku tentang seseorang”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pustakawan yang mampu mengenali profesinya dengan baik akan menentukan bagaimana dia bersikap dengan profesi yang dijalaninya ,mampu menempatkan diri sebagai individu yang berbeda, mempunyai pengetahuan, pendapat dan keyakinan tentang lingkungan serta juga mengenali dirinya sendiri sebagai seorang pustakawan.
Menurut Debes, konsep diri juga dinyatakan sebagai keseluruhan gambaran tentang diri kita. Maksud keseluruhan gambaran di sini mencakup diri psikologis, diri fisik, diri spiritual, diri sosial, dan diri intelektual. Dengan demikian, self concept merupakan persepsi kita pada bagian-bagian tadi untuk dipadukan dan membentuk keseluruhan gambaran. Self concept ini bukan hanya pandangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita.
Jalaludin Rakhmat, (1985:125) mengutip pendapat WilliamD Brooks menyebut konsep diri sebagai persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis atas diri kita sendiri yang bersumber dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain. Berdasarkan definisi dari Brooks tersebut, bisa diuraikan sebagai berikut :
1.      Persepsi fisik, yang berkaitan dengan bagaimana kita mempersepsi diri kita secara fisik. Apakah kita ini termasuk orang yang tampan/cantik, biasa-biasa saja atau jelek? Apakah badan kita terlihat gagah atau tidak menarik?
2.      Persepsi sosial, yang berkaitan dengan bagaimana pandangan orang lain tentang diri kita. Apakah kita ini termasuk orang yang mudah bergaul, cenderung menyendiri, disukai orang lain atau orang yang ingin menang sendiri.
3.      Persepsi psikologis, yang berkaitan dengan apa yang ada pada dalam diri kita. Apakah saya ini orang yang keras pendirian atau keras kepala? Apakah saya termasuk orang yang berbahagia karena apa saya bahagia?
4.      Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga usia saat ini tentu mengalami berbagai hal yang berpengaruh pada diri kita. Misalnya, kita menjadi keras kepala karena sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang kalah.
5.      Interaksi dengan orang lain, yang terkait bagaimana lingkungan pergaulan kita akhirnya membentuk persepsi kita atas diri sendiri.

Berdasarkan uraian di atas self concept bukan sekadar persepsi atas diri sendiri. Didalamnya terdapat unsur penilaian dari luar individu, misalnya, saya inovatif/tidak inovatif atau saya bodoh/pandai merupakan penilaian. Penilaian akan terkait dengan standar penilaian yang dipergunakan, seperti halnya kita membuat standar inovatif/tidak inovatif berdasarkan apa yang kita lihat dalam acara edukatif di televisi maka persepsidiri kita inovatif/tidak inovatif dikarenakan tidakseperti mereka yang tampil dalam acara edukatif di televisi. Berdarsarkan standar tersebut akan berimbas pada sebuah tindakan untuk mengimitasi gaya bicara, gestur dan potongan rambut, seperti bintang tamu dalam acara edukatif itu agar kita bisa disebut sebagai inovatif/tidak inovatif atau hingga pada tataran mengadopsi perilaku nya untuk mencapai standar tersebut.
Ahli psikologi berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi self concept, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi self concept, dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990), menyebutkan dimensi utama dari self concept, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi self concept dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal).
Self concept merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh individu tentnag dirinya, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai dirinya sendiri (Calhoun & Acocella, 1990).
1.      Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, profesi dan lain lain serta sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas seperti individu yang egois, baik hati, tenang jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya.
Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat permanen, terutama gambaran yang menyangkut kualitas diri kita dan membandingkannya dengan kualitas diri anggota kelompok kita. Bila Anda memberi gambaran tentang diri Anda sebagai “pustakawan terhebat” karena Anda menjuarai di setiap pemilihan pustakawan berprestasi di lingkungan anda. Namun, ketika Anda memasuki suatu lingkungan lain dan atau berkompetisi dalam skala yang lebih luas yang sarat dengan persaingan sehingga merasa diri Anda dikelilingi oleh kompetitor lain yang lebih pandai, maka tiba-tiba Anda mungkin merubah gambaran diri Anda sebagai “pustakawan yang lumayan hebat”.
2.      Harapan
Individu memiliki pandangan tentang siapa dirinya namun individu juga mempunyai pandangan tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang, dengan kata lain individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri atau sebuah cita-cita masa depan.
Cita-cita diri belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Meskipun demikian, cita-cita akan menentukan self concept dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku. Harapan atau cita-cita diri akan membangkitkan kekuatan yang mendorong menuju masa depan dan akan memandu aktivitas dalam perjalanan hidup. Apapun standar diri ideal yang tetapkan, sadar atau tidak akan senantiasa berusaha untuk dipenuhi. Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih realistis, sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah.
Jadikanlah profesi pustakawan sebagai sebuah cita-cita, sehingga dorongan untuk mencapai diri ini ideal sebagi seorang pustakawan akan senantiasa dipenuhi. Diri yang ideal sebagai seorang pustakawan tidak terlepas dari bidang kerja pustakawan yang berkecimpung dengan dunia informasi. Harapan yang muncul sebagai seorang pustakawan tidak hanya sebatas pada mencari point angka kredit melainkan mengembangkan kompetensi diri. Koridor yang diberikan dalam Juknis pustakawan hanya sebagai acuan penilaian dalam meningkatkan pangkat dan jabatan akan tetapi eksplorasi seorang pustakawan sebagai seorang individu yang berpengetahuan dan empunya informasi tidak dibatasi oleh juknis pustakawan.
3.      Penilaian
Dimensi ketiga self concept adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian self concept merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan dengan:
a.         Pengharapanbagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa),
b.         Standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa).
Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukaiself concept. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri,yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya, akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang
Ada dua kelompok yang dianggap mempengaruhi self concept kita.
1.      The significant others (orang lain yang kita anggap penting)
Sepanjang hidup kita, selalu saja ada orang yang kita anggap penting dan berpengaruh pada diri kita. Dalam perjalanan hidup banyak individu yang hadir dalam kehidupan kita dengan segala macam karakter dan perilaku, seperti kehadiran orang tua dalam kehidupan kita akan memberikan kontribusi dalam membangun self concept. Dalam lingkungan kerja yang tediri dari beberapa individu tentu akan ada individu yang dianggap pentingdan berpengaruh, secara umum misalnya seorang pemimpinan kantor tentu dipandang sangat sangat berpengaruh bagi individu yang dipimpinnya. Oleh karena itu perlu adanya ketauladanan dari seorang pemimpin untuk memberikan sebuah visualisasi self concept yang baik.
2.      Reference group (kelompok acuan)
Arahandan pedoman yang diberikan oleh kelompok agar kita mengikuti perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok tersebut. Ini terkait dengan salah satu sifat manusia yang selalu hidup dalam kelompok. Kelompok acuan itu mempengaruhi pembentukan self concept kita. Misalnya, forum pustakawan, kelompok pengelola website, dan atau kelompok yang memiliki profesi dan atau hobi yang sama.  Semua itu akan memberi pengaruh pada pembentukan self concept.

Persepsi Pustakawan
Membahas mengenai self concept tidak terlepas dari persepsi. Rakhmat (1985:64) merumuskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga membuat kita bisa mendapatkan makna dari stimuli indrawi kita.
Persepsi yang muncul dari tiap individu berbeda berda, hal tersebut dikarenakan terdapat saringan atau filter yang unik bagi setiap individu. Filter tersebut ditentukan oleh sikap, pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan, ekspektasi, bahasa, dan pendidikan. Dengan adanya filter maka persepsi itu merupakan proses menyeleksi, mengorganisasikan, dan menafsirkan informasi yang diserap melalui indra. Seluruh informasi yang diterima di pilah-pilah sehingga informasi yang memiliki makna akan diambil sebagai bahan untuk di susun atau diorganisasikan. Informasi tersebut ada yang diperdalam serta ada yang ditunda menunggu informasi tersebut dianggap lengkap baru diolah. Informasi yang dianggap telah lengkap akan memberikan makna jika ditafsirkan dengn tepat. Penafsiran pada dasarnya adalah memaknai informasi tersebut dengan cara mengevaluasi, menyimpulkan, memberi respons atau memperkirakan kelanjutannya.
Persepsi mayarakat terhadap pustakawan masih belum menggambarkan sebagai sebuah profesi yang sarat dengan keahlian khusus. Hal tersebut menunjukkan bahwa profesi pustakawan belum mempunyai citra umum yang menguntungkan. Pustakawan lebih identik dengan pekerjaan menjaga buku tidak sebagai pengelola informasi. Persepsi fisik seorang pustakawan belum memunculkan kekhasan sebagi seorang pustakawan. Untuk membangun kekhasan sebagi seorang pustakawan tidak lah menjadi hal yang sulit. Misalnya khusus untuk pustakawan di institusi tertentu menggunakan seragam khusus pada hari tertentu atau bisa menggunakan pernak pernik tertentu.

Pengaruh Self concept Terhadap Persepsi Pustakwan
Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang atas dirinya harus seperti apa tampaknya. Dengan self concept ideal itulah kita berusaha dan berjuang untuk terus memperbaiki dan mengembangkan kompetensi untuk membangun persepsi yang positif.
Konsep diri pribadi (private) merupakan gambaran bagaimana kita menjadi diri kita sendiri. Kita berusaha untuk menunjukkan bahwa kita bertindak sebagai orang yang ramah, bersahabat, kreatif atau menyukai tantangan. Kita merasa tertantang untuk menggeluti disiplin ini karena banyak diperlukan di dunia kerja atau mendekatkan kita pada dunia yang kita dambakan yakni berkecimpung dalam karier sebagai profesional.
Konsep diri sosial seorang pustakawan pada dasarnya berkaitan dengan relasi kita pada ruang lingkup perpustakaan. Kita ingin agar orang lain memandang kita sebagai orang yang cerdas, menarik, baik hati, peduli pada nasib orang atau memiliki kemampuan menjalankan tugas-tugas pustakawan. Keinginan kita untuk menjadi seperti itu merupakan wujud konsep diri sosial. Dalam konsep diri sosial ini tercermin bagaimana kita ingin dipandang oleh orang lain sebagai bagian dari satu kelompok masyarakat.
Konsep diri merupakan satu proses. Ini merupakan bagian dari diri kita dalam proses menjadi (becoming). Prosesnya dimulai dengan mengumpulkan informasi. Informasi itu terkumpul dari komentar, kritik, dan saran dari lingkungan. Informasi yang terkumpul tersebut pada dasarnya merupakan pengalaman yang kita lalui dalam kehidupan. Selanjutnya, kita memberi makna, maksud atau sifat tertentu pada pengalaman tersebut. Inilah yang kemudian membentuk kesan dalam diri kita. Berdasarkan kesan itulah kita pun mempelajari siapa diri kita, siapa orang lain, dan bagaimana dunia ini. Siapa diri kita itulah yang kemudian menjadi self concept kita.

Implikasi Konsep Diri
Konsep diri dibagi menjadi (1) konsep diri positif, dan (2)konsep diri negatif. Dua konsep diri ini menunjukkan kualitas konsep diri yang dimiliki manusia. Orang yang memiliki konsep diri negatif biasa orang yang tertutup sedangkan orang yang memiliki konsep diri positif merupakan orang yang terbuka.

Tabel 1. Perbandingan Konsep Diri
No.
Konsep Diri Negatif
Konsep Diri Positif
1.

Tidak tahan dikritik, mudah marah, menganggap koreksi dari orang lain sebagai upaya menjatuhkan harga diri
Punya keyakinan mampu mengatasi masalah, bahkan saat menerima kegagalan sekalipun
2.

Sangat responsif pada pujian, namun sangat kritis pada orang lain dan tak bisa menerima kelebihan orang lain
Merasa setara dengan orang lain

3.

Enggan bersaing atau berkomunikasi dengan orang lain

Menerima pujian tanpa rasa malu atau pura-pura rendah diri dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah
4.

Cenderung merasa tak disukai, tak diterima, dan tak diperhatikan orang lain
Punya kemampuan memperbaiki diri
5.



Sadar tiap orang punya perasaan, keinginan, dan perilaku yang tak semuanya diterima masyarakat

Konsep diri positif akan memberikan  persepsi yang baik. Dengan kecenderungan persepsi yang baik lambat laun akan menumbuhkan brand tersendiri.
Personal brand merupakan persepsi yang tertanam dan terpelihara dalam benak orang lain. Hal ini berarti bahwa brand haruslah selalu dipelihara secara berkelanjutan agar orang lain sealalu mempunyai pandangan positif terhadap diri. Personal brand bisa diartikan sebagai sebuah upaya membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki oleh individu. Beberapa aspek tersebut seperti kepribadian atau nilai-nilai, dan bagaimana hal tersebut menumbuhkan persepsi yang baik dimata masyarakat.
Hal mendasar yang selalu melekat dalam personal brand yang kuat adalah : (1) kekhasan, personal brand sensantiasa mampu menjelaskan sesuatu yang spesifik, sehingga berbeda dengan yang lain. Dalam hal ini, kekhasan diinterpretasikan dengan kualitas pribadi, tampilan fisik atau keahlian. (2). Relevansi personal brand yang kuat biasanya menjelaskan sesuatu yang dianggap penting oleh masyarakat dan punya relevansi dengan karkater orangnya. Jika relevansi tersebut tidak ada, maka akan menyulitkan penguatan mind masyarakat. (3) Konsistensi, personal brand yang kuat biasanya buah dari upaya-upaya branding yang konsisten melalui berbagai cara sehingga membentuk brand equity (keunggulan merek). Pustakawan harus mampu menggali self concept positif dengan baik sehingga memunculkan persepsi baik yang lambat laun akan menumbuhkan brand.
Di bawah ini ada beberapa cara yang bisa di lakukan untuk membangun self concept positif, yaitu antara lain:
1.      Mengembangkan pikiran positif
Cara berpikir kita mengendalikan sikap, tindakan dan hidup kita. Pikiran positif akan mendorong kita untuk tetap optimis, pantang menyerah, dan berani menghadai resiko dan tantangan. Selain itu pikiran positif juga akan menjadikan hidu kita lebih tenang.
2.      Memperbaiki kualitas hubungan dengan orang lain
Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kita harus senantiasa meningkatkan kualitas hubungan tersebut. Peningkatan kualitas hubungan yang kita ciptakan menandakan bahwa kita telah mampu berpikir dewasa. Perlu di ingat juga kualitas pergaulan juga sangat di tentukan dengan siapa kita bergaul. Untuk itukita harus pintar memilih pergaulan, karena salah bergaul akan memberikan pengaruh negatif buat diri kita. Dari itu bergaulan dengan orang yang memiliki kecerdasan dan perilaku yang baik.
3.      Bersikap proaktif
Proaktif sering di katakan sebagai kemampuan mengambil sebuah inisiatif tindakan. Namun perlu di katahui sebenarnya proaktif tidak hanya sekedar insiatfitapi labih dari itu. Proaktif juga memahami dengan jeli permasalahan yang dihadapinya dengan kaca mata nilai yang akurat dan tidak semata mengikuti perasaan. Proaktif ini meliputi banyak hal seperti proaktif dalam melawan hawa nafsu, proaktif dalam memberantas kebodohan diri, proktif memupuk motivasi, proaktif dalam belajar, proaktif dalam menolong orang yang membutuhakan dan lain sebagainya
4.      Menjaga keseimbangan hidup
Hidup itu harus penuh dengan keseimbangan, tidak bisa rasanya kita hanya mementingkan salah satu faktor tertentu dalam hidup. Kita harus tahu betul bagaimana menjalani setiap aktivitas dalam kehidupan. Jangan sampai kita memporsikan satu kegiatan secara berlebihan. Untuk mencapai keseimbangan ini, sebaiknya kita menyusun sebuah agenda kegiatan dan skala proritas sehingga kita benar-benar bisa melakukan suatu hal sesuai dengan kebutuhan yang ada, tidak berlebihan dan seimbang.

Penutup
Pustakawan merupakan unsur yang utama yang akan menentukan berjalannya aktivitas perpustakaan. kompetensi dan keahlian pustakawan sangat mempengaruhi pelaksanaan aktivaitas tersebut. Self concept positif yang dibangun akanmendorong peningkatan kompetensi dan keahlian dan akan memberikan kontribusi terhadap tumbuhnya persepsi positif oleh masyarakat. Brand dibangun atas dasar persepsi, dan persepsi yang baik terhadap sebuah profesi akan menguntungkan posisi profesi pustakawan. Personal brand bisa diartikan sebagai sebuah upaya membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki oleh individu, sehingga persepsi positif dari self concept akan menumbuhkan brand baik terhadap pustakawan maupun  perpustakaan.
Pengembangan perpustakaan ke arah mana pun jika didukung dengan sumberdaya manusia yang profesional tidak akan mengalami kendala yang berarti. Self concept akan mendorong individu untuk senantiasa meng upgrade kompetensinya. Hal tersebut tercermin dari ciri-ciri dalam self concept positif yang menggambarkan individu yang punya kemampuan untuk memperbaiki diri.


Daftar Pustaka

Calhoun, James F dan Acocella, Joan R. Alih  bahasa: Acocella, RS, 1990, Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, Semarang: IKIP Semarang Press.

Debes, Ed. (tt). Intrapersonal Communication - The Self. Dokumen www. Dapat diakses; htttp://www.audiofunhouse.com/index

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1984. Sociology. Edisi keenam. International Student Edition. Tokyo: Mc.Graw-Hill Book Company Inc, hlm 89.





Prasetyo, Joko. 2014. Kompetensi Pustakawan Untuk Menunjukkan Brand dan Profesionalisme Pustakawan: Materi Seminar Nasional Unsoed. Purwokerto

Rakhmat, Jalaluddin. 1985.Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Surachman, Arif. 2011. Pustakawan Asia Tenggara menghadap Globalisasi dan Pasar Bebas. Dapat diakses : http://eprints.rclis.org/17554/ (diakses pada 07 Agustus 2014)




1 komentar: